Sabtu, 24 Oktober 2015

BAPAK



Sosok produk lelaki terbaik , yang masih ku percayai hingga detik ini. Tak ada yang lain (selain Rasulullah, lelaki idaman sepanjang jaman). Meskipun aku tau, bahwa mungkin di masanya nanti aku akan menemukan lelaki lain sebagai bapak dari anak-anakku. Namun yang pertama, tetaplah tak tergantikan.

Bagiku beliau adalah seorang psikolog keluarga, meski pendidikan yang ia tempuh tak pernah duduk dalam bangku sarjana jurusan psikologi. Bagiku beliau adalah seorang tentara, yang selalu bangun paling pagi di antara kami dan tidur paling akhir diantara kami. Meskipun aku tau secara fisik beliau takkan mungkin diterima jadi seorang prajurit di negara ini. Bagiku dia seorang motivator ulung, meski tak harus botak seperti Mario Teguh. Bagiku beliau adalah seorang yang humoris, meski jauh jika dibandingkan dengan Tukul Arwana. Bagiku beliau adalah seorang sastrawan, yang begitu romantis dan baiknya memperlakukan anak dan istrinya, meski beliau takkan pantas ditandingkan dengan Kahlil Gibran.

Beliau adalah seseorang lelaki yang selalu setia menanti aku, anak perempuannya yang sering pulang malam lantaran aktivitas kampus yang begitu padat. Dalam diamnya, beliau mengajarkan kemandirian. Dalam senyumnya, beliau mengajarkan arti kekuatan.
Dalam peluhnya, beliau mengajarkan arti kesabaran. Dalam sakitnya, beliau mengajarkan arti penuhnya perjuangan.

Hal yang paling teristimewa kurindukan bersamanya adalah duduk di sandingnya, lalu kami akan bercengkrama bersama. ada banyak hal kecil yang sering aku tanyakan
“ Pak, aku perempuan. Tapi, kenapa kau beri namaku begini?” tanyaku polos saat itu
“ Kau tau, itu adalah nama dari pemberian kakekmu. Seperti yang kau tau, bahwa saudara ibu perempuan semua bukan? Dan kau lahir sebagai seorang perempuan” jelasnya,
“Lalu, apakah kakek kecewa dengan kehadiraku?” tanyaku dengan penuh penekanan
“Bukan kecewa, beliau hanya ingin kau menjadi perempuan yang berbeda dari yang sebelumnya. Kuat dan setegar laki-laki” begitu jawabnya bijak

Aku tertegun.
Ah berat sekali rupanya namaku itu. Bagaimanapun aku adalah seorang perempuan, yang katanya sesosok makhluk yang selalu mengedepankan perasaan ketimbang logika. Beda dengan laki-laki. Namun aku tersadar, bahwa tiap nama mengandung energi dan harapan. Bukan saatnya kita mengeluh dalam menghadapi masa depan, tapi cukup jalani dan takhlukan. Kalimat yang selalu ku ingat sampai sekarang.

Ada hal lain yang begitu aku sukai dari beliau. Positive thinking. Suatu ketika saat belajar untuk mengendarai sepeda motor, aku begitu kesal dengan motor depan yang lupa tidak menyalakan lampu rightingnya saat berbelok di ujung jalan. Dan apa yang beliau katakan?

 “ Sabar saja, siapa tau bapak tadi anaknya masuk rumah sakit sehingga membuat ia lupa menyalakan lampu, atau siapa tau lampunya mati dan beliau tergesa-gesa untuk menggantinya ke bengkel”

Sepanjang itukah beliau berfikir??, jauh sekali dari apa yang aku pikirkan.

Pernah suatu ketika dalam sebuah perjalanan, mobil di depan kami mundur hingga mengenai badan mobil kami bagian depan. Yang punya mobil turun dan marah-marah, memaki-maki pada bapak sopir mobil kami. Dan bapak turun dengan senyum khasnya lalu minta maaf kepada pemilik mobil itu, setelah bers beliau langsung masuk mobil kembali.
Aku bingung. 

“Kenapa mesti bapak yang minta maaf? Bukankah mobil depan yang salah”, pikirku dalam hati
Tiba- tiba beliau berkata, seolah mengerti dari ekspresi wajahku yang begitu sewot
“ Adakalanya kita perlu mengalah, bukan untuk menang. Tapi lebih jauh dari itu, untuk memperbaiki keadaan. Boleh jadi, masalah akan semakin runyam jika kita tidak bertindak demikian”

Ah, sepertinya beliau tetap menjadi lelaki idamanku sampai jaman sekarang.
Namun, bagaimanapun baiknya bapak. Beliau tetaplah manusia yang memiliki lupa dan amarah.
Meski sangat jarang, jika beliau marah semua akan diam, tidak ibu, aku, juga adikku. Beliau mungkin orang yang slow, tapi beliau tetaplah seorang lelaki yang berwibawa di hadapan kami. Ini adalah hal yang paling aku takutkan. Jika suaranya cukup tinggi dengan nada penuh tekanan, itu artinya beliau marah, menegur, menegaskan bahwa ada kondisi yang tidak sesuai dengan pemikiran dengan beliau.

Darinya aku mempelajari banyak hal, terutama laki-laki.
Tapi jangan pernah tanyakan, seperti apa laki-laki masa depanku nanti. Bukan privasi, namun aku memang tak tahu. Sebab bayangan harapan mungkin selalu ada di setiap benak makhluknya, tapi perihal yang dibutuhkan hanya Allah yang tahu bukan??



1 komentar: